Succinic Acid

Succinic acid atau dikenal dengan asam suksinat memiliki rumus molekul C4H6O4 merupakan turunan dari karboksilat yang berbentuk kristal-bubuk, berwarna putih, dan memiliki rasa seperti asam sitrat. Asam suksinat banyak digunakan dalam bidang medis. Selain itu, asam suksinat dapat menetralkan radikal bebas dalam tubuh, karena  bersifat antitoksin. Jika asam suksinat dikombinasikan dengan glukosa, akan mengurangi efek mabuk, dan meningkatkan kemampuan untuk menahan efek racun dari zat tertentu dan radikal bebas.
Suksinat (anion atau garam dari asam suksinat) membantu mengembalikan keseimbangan reaksi biokimia dalam tubuh, normalisasi semua organ dan jaringan, yang sangat baik untuk otak, yang membutuhkan akses tanpa gangguan oksigen dan energi. Asam suksinat sering diresepkan untuk mencegah perkembangan patologi otak yang paling sering terjadi dengan usia. Hal ini memiliki efek positif pada sistem saraf, untuk memulihkan dan mencegah stres ( Women Advisor, 2012).
Asam suksinat terjadi dalam siklus krebs yang terbentuk dari suksinil KoA dengan cara melepaskan koenzim A serta pembentukan guanosin trifosfat (GTP) dari guanosin difosfat (GDP). Enzim suksinil KoA bersifat reversibel. Gugus fosfat yang terdapat pada molekul GTP segera dipindahkan ke ADP. Katalis yang digunakan pada reaksi ini yaitu nukleosida difosfokinase. Asam suksinat yang terbentuk kemudian bereaksi dengan FAD dan membentuk asam malat dengan membebaskan FADH2 (Jannah Ajeng Muqaddimatul, 2011).
Asam suksinat memiliki nilai konstanta disosiasi asam (pKa) yaitu 4.21 dan 5.64 dengan nilai Ka yaitu 6,21 x 10-5 dan 2,31 x 10-6. Nilai tersebut dpat dilihat melalui tabel di bawah ini (Wahl Helena, 2016) :


Adapun kurva dari asam suksinat yaitu (Perveen Shazia, 2016) :

Kita dapat mengetahui bahwa asam suksinat merupakan asam lemah. Jadi, kurva di atas merupakan titrasi antara asam lemah dengan basa kuat yaitu NaOH. Biasanya, asam lemah memiliki pH yang rendah pada awalnya. pH akan naik lebih cepat pada awalnya dan semakin lemah ketika mendekati titik ekivalen. Kenaikan yang terjadi sedikit demi sedikit tersebut trjadi karena adanya larutan buffer atau penyangga yang dihasilkan akibat penambahan basa kuat. pH titik ekivalennya tidak tepat pada angka 7. Hal ini karena garam yang terbentuk mengalami hidrolisis sebagian yang bersifat basa (Ilmu Kimia, 2013).
Pada pengamatan kurva titrasi di atas, kita dapat mengamati perubahan pH secara bertahap sebelum dan sesudah titik ekivalen. Untuk asam lemah, perubahan pH pada titik ekuivalen makin kurang tajam bila asamnya makin lemah. Hal ini disebabkan oleh reaksi netralisasinya tidak selengkap reaksi netralisasi asam kuat dengan basa kuat. Ketajaman perubahan pH pada titik ekuivalen juga berhubungan dengan perubahan warna indikator dan posisi penentuan titik akhir (Khopkar, 2010).
Kemiringan (slope) maksimum terjadi pada titik ekuivalen bila reaksi titrasi bersifat sebanding. Meskipun demikian, bila reaksinya tidak setara maka akan ada perbedaan antara titik ekuivalen dan titik balik, akibatnya terdapat kesalahan titrasi. Namun, pada umumnya, perbedaan tersebut tidak menghasilkan kesalahan berarti (Khopkar, 2010).

Daftar Pustaka :
Ilmu Kimia. 2013. Kurva Titrasi. Diakses dari https://www.ilmukimia.org/2013/01/kurva-titrasi.html. Diakses pada tanggal 13 September 2017.
Jannah, Ajeng Muqaddimatul. 2011. Siklus Krebs. Diakses dari https://ajengmuqhoddimatuljannah.wordpress.com/2011/05/19/siklus-krebs/. Diakses pada tanggal 13 September 2017.
Khopkar, S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.

Perveen, Shazia dan Sheikh Mohiuddin. 2016. Multiproticity of Weak Acids: Inflection Point vs. Equivalence Point. World Journal of Chemical Education. Vol. 4 No. 1.

Wahl, Helena dkk. 2016. Lack of Co-crystal Formation with Cyclotriphosphazenes : A Cautionary Tale. South African journal of Chemistry. Vol. 69.

Women Advisor. 2012. Sifat Asam Suksinat , Aplikasi , Kontraindikasi. Diakses dari

http://womens-advisor.com/id/pages/1439161. Diakses pada tanggal 13 September 2017.

Komentar

Postingan Populer